Sejarah Evolusi Dangdut di Indonesia

Dangdut ialah satu wujud atau langkah berkesenian salah satunya ialah lirik ditinggal pas sayang sayange yang kemungkinan sekarang paling lentur untuk menerangkan pada warga dunia mengenai apakah itu Indonesia.

Sejarah Evolusi Dangdut di Indonesia

Andrew Weintraub (56), profesor pada jalur musik Kampus Pittsburgh, Amerika Serikat, pada bukunya Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia (2012), mencuplik pernyataan yang dicatat periset riwayat dari Kampus Ohio William Frederick, mengatakan jika musik dangdut ialah prisma yang sensitif dan bermanfaat untuk melihat warga Indonesia.

Lebih jauh, Andrew memiliki pendapat, dangdut bukan hanya menggambarkan kondisi politik dan budaya nasional. Tetapi sebagai praktek, ekonomi, politik, dan ideologi, dangdut sudah menolong membuat ide mengenai kelas, gender, dan etnisitas di negara Indonesia kekinian.

Musik terkenal yang bernama diambil dari bebunyian kendang, alat musik sama tabla di India tapi lebih simpel, memang bisa dibuktikan sampai sekarang ini tidak rapuh oleh jaman. Oma Irama (71) ialah figur seniman brilian yang bernama akan rekat dengan wujud kesenian ini. Bila sekarang ini orang mengenali ia sebagai Rhoma Irama itu ialah panggilan kehormatan untuk ia dengan mengikutkan dua kata ‘raden’ dan ‘haji’ di muka namanya.

Rhoma Irama, terlepas dengan semua kekurangannya, ialah figur vokalis, komposer, pencarian talenta, produser musik dan film, ideolog, sampai pelestari musik dangdut yang bernama kemungkinan selalu diciptakan dalam tinta emas riwayat Indonesia. Melalui lagunya Rhoma bahkan juga dapat menerangkan dengan simpel proses evolusi terciptanya musik dangdut. “Ini musik Melayu, datang dari Deli, lalu terkena dampak, dari Barat dan Hindi.” Simpel.

Deli dalam cakupan kebudayaan Melayu di Sumatra Timur (Sumatra Utara sisi Timur sekarang ini) ialah sebuah metropolis di akhir era ke-19 yang dalam dianya tercampur beragam gestur budaya yang sebagai wakil etnis Melayu sendiri, Arab, India (Tamil atau Keling), Jawa, dan Eropa. Di saat itu, di antara kota Medan dengan Malaka (Malaysia) belum tercipta sekat-sekat nasionalisme seperti sekarang ini.

Mathew Cohen (2006), periset seni pementasan Indonesia menulis, nenek moyang musik dangdut datang dari instrumen keliling yang bertandang dari Malaya (Malaka), selanjutnya Medan, Singapura, Bukittinggi, Jakarta, Semarang, sampai Surabaya. Atraksi instrumen keliling itu dikenali bernama Stambul, sebuah pemberian nama yang sama dengan budaya kosmopolitan diakhir era 19 yang dekat sama beberapa warna classic Imperium Usmaniah dengan ibu kotanya, Istambul.

Orkes-orkes ini mainkan musik dengan seperti yang umum ditampilkan dalam pentas-pentas di London, Paris, Istambul, Damaskus, sampai Kairo yang memadankan mini orkestra, dengan biola, picolo, piano, gitar, akordeon, dan tambur pasti dengan dialektuasi Melayu.

Andrew menulis, di tahun 30-an lah musik Melayu mulai terjamah industri rekaman. Pada jaman itu, Sumatra, Malaya, dan Pemukiman Selat (Singapura, Riau, dan Kepulauan Riau) ialah pasar tunggal untuk piringan hitam yang dibuat oleh Gramophone Company Limited. Sampai tahun 50-an, situasi kosmpolitan itu tetap berasa karena penyanyi-penyanyi yang ada dari Riau atau Medan memungkinkan tampil di Malaka atau Singapura daripada tampil di Jakarta atau Surabaya.

Yang selanjutnya jadi pembanding ialah musik Melayu Deli kosmopolitan di saat itu condong membawa beberapa lagu dengan dialek Melayu yang kuat. Sedang, instrumen Melayu yang selanjutnya berkembang di Jakarta dan Surabaya memutuskan untuk mengubahnya.

Di Jakarta beberapa pemain instrumen melakukan eksperimen dengan musik-musik rekaman dari India dan memadankan cengkoknya dengan instrumen Melayu. Sedang di Surabaya, warna musik-musik bau Hadramaut atau Maghribi masuk jadi musik Gambus yang dikenali sampai sekarang ini.

Beberapa lagu seperti “Selayang Pandang”, ialah buah dari cuaca Melayu-Deli yang diputar di Medan-Malaya. Sedang lagu seperti “Terajana” dan “Purnama” ialah beberapa warna India yang berkembang di Jakarta.

Saat itu, “Seroja” yang ditampilkan oleh vokalis berdarah Hadramaut, Said Effendi, asal Bondowoso, mewarnai padang pasir. Untuk angkatan 80-an sampai 90-an, tayangan radio legendaris dari ABC Australia yang umum ditampilkan oleh Nuim Haiyat ialah penyembuh kangen diputarnya beberapa lagu ini.

Sampai timbulnya politik konfrontasi dengan Malaysia, pada masa awalnya 60-an, sebenarnya pertalian gestur kebudayaan dua bangsa serumpun ialah sama-sama lebih memajukan keduanya. Sesudah larangan lagu barat dan lagu ngak-ngik-ngok, nampaklah sekat-sekat pembelahan.Tapi, gestur instrumen Melayu semakin berkembang dengan keunikan semasing.

 

Jaman Classic

Keunikan musik dangdut angkatan yang pertama dari aktris dan seniman yang mulai tumbuh pada tahun 50-60-an ialah irama yang mereka sebutkan sebagai ‘chalte’. Chalte atau calte ialah irama memukul gendang style India yang dapat diamati dengan bunyi ‘tak-tung, dang-dut,…. tak-tung, dang-dut’. Langkah memukul gendang semacam ini yang terbanyak dijumpai dalam rekaman-rekaman aktris, seperti Ellya Khadam, A Rafiq, Ida Laila, sampai Oma Irama.

Rhoma Irama-lah yang menasbihkan kata ‘dangdut’. Lagu “Terajana” ialah langkah Rhoma Irama membalasnya cemoohan dari barisan yang lain memandang musiknya kampungan. “Dangdut suara gendang… rasa ingin bersenandung..” Cuplikan lagu itu ialah kata yang pertama ada istilah dangdut yang selanjutnya jadi cap pada jenis ini.

Bila warna irama melayu masih kental dalam rekaman beberapa lagu Meggy Zakaria, pada masa 60-70-an, Rhoma Irama tidak stop di sana. Kembali ke diskusi dengan beberapa grup musik yang lain berjenis hard rock atau funk, Rhoma Irama menambahkan formasi musiknya dengan sentuhan perkusi John Bonham dari Led Zeppelin dalam lagu “Tatap muka” atau irisan gitar Ritchie Blackmore dalam lagu “Ghibah”.

 

Rekaman dan Pita Kaset

Masuk periode 80-an sampai 90-an kepeloporan Rhoma Irama masih kuat, tapi karena ketetapannya untuk ambil sikap politik yang lain membuat ia tidak dapat tampil di tv nasional. Pada masa berikut musik dangdut yang ditampilkan oleh Meggy Zakaria, Mansyur S, Muhsin Al Atas, Elvy Sukaesih, sampai Camelia Malik isi reputasi di tv.

Corak musik dangdut dengan pemakaian syntesizer sebagai macamnya mulai biasa ada dalam rekaman pita kaset. Penyanyi-penyanyi angkatan selanjutnya, seperti Hamdan ATT, Asmin Cayder, Evie Tamala, Jhony Iskandar, sampai Iis Dahlia, mulai dekat dalam penglihatan dan pendengaran pencinta musik dangdut. Ada juga macam berpenampilan disko dalam rekaman beberapa lagu Merry Andani, sampai Rama Aipama jadi opsi masa ini

 

Kembali lagi ke Komune

Sebetulnya ada beragam jenis peralihan di dunia musik rekaman saat sebelum munculnya kelompok dangdut ini. Masa 80-an sampai 90-an awalnya ialah masa keemasan dunia musik rekaman yang memakai pita kaset. Perubahan tehnologi computer belumlah cukup berkembang membuat beberapa pencinta lagu dangdut harus dengarkan radio dan beli kaset untuk memperolehnya. Terakhir, media rekaman berkembang jadi kepingan Kompak Disc.

Beberapa periode ini, dunia musik rekaman menulis keuntungan yang menarik cuman dari menghasilkan kaset rekaman dan distribusi tayangan radio. Tapi sesudah perubahan computer munculkan tehnologi alat rekaman audio berbentuk yang lebih singkat atau tehnologi mp3, berikut periode kehancuran industri rekaman diawali. Masa akhir 90-an ialah cikal akan kehancuran industri rekaman bukan hanya di Indonesia tapi di penjuru dunia.

Jenis dangdut koplo sebetulnya bermula dari periode peralihan ini. Saat kaset rekaman, atau keping CD rekaman tak lagi dapat mengangkat pemasaran beberapa musikus dangdut di beberapa daerah harus harus memiliki beberapa kiat khusus dalam mengangkat penghidupan mereka. Karena dunia rekaman tidak memiliki prospek keuntungan yang ideal seniman-seniman musik dangdut di beberapa daerah meningkatkan beberapa cara ciri khas dalam pasarkan produk mereka.

Yang pertama, bukannya memusuhi pembajakan lagu lewat keping CD, beberapa grup di wilayah justru menggerakkan supaya beberapa pembajak lagu merekam atraksi keliling mereka dan menebarkannya ke semua Indonesia.

Yang ke-2 , kembali ke strategi lama, dunia musik selingan cuman akan bertahan dengan safari atraksi keliling di beberapa kota. Yang ke-3 , meningkatkan komune, semangat kerjasama di antara musikus, seniman, aktris vokalis, produser, sampai kordinator fans rupanya jadi alat marketing yang terbaik dengan perubahan zaman. Jaringan fans lewat sosial media lebih perkuat adat peningkatan komune ini.

Yang ke-4, meningkatkan satu jenis yang dapat masukkan semua elemen kreativtias terkenal yang gampang dikenali warga. Peningkatan langkah memukul gendang dangdut dengan warna lokal munculkan jenis baru yang selanjutnya dikenali sebagai Dangdut Koplo atau Kendang Kempul pada periode awalnya keberadaannya.

Yang ke-5, munculkan artis-artis muda prospektif, dengan performa dan style yang bersahaja, tidak glamor, dan condong tidak polemis. Beberapa kiat berikut yang membuat jenis paling canggih ini bisa dibuktikan jadi jenis yang paling dapat diterima oleh semua kelompok dan munculkan bintang-bintang populer yang baru.

Saat dunia musik rekaman tidak sanggup munculkan artis-artis yang prospektif karena susahnya memperoleh penghasilan hasil dari pemasaran hasil rekaman, jenis dangdut koplo, dengan beberapa kiat kembali lagi ke komune, menjadi lagi jawaban atas kelesuan industri rekaman.

Salah satunya sebagai aktris populer, hampir tanpa kedahsyatan dunia tv atau radio, ialah aktris dangdut Sodik Monata. Vokalis memiliki rambut gimbal yang sempat jadi tukang becak ini mengawali karier di kelompok instrumen musik koplo sebagai kuli angkut sound sistem.

Dalam perubahannya selanjutnya rupanya ia menjadi petugas cek sound. Dan karena ia memiliki suara dan kekuatan menyanyi yang unik, pemirsa atraksi mendaulat Sodik jadi pembawa lagu.Kesabaran jalani panggung atraksi dari kota ke kota sampai ke penjuru dusun dibarengi munculnya dalam VCD rekaman bajakan yang diputar di beberapa terminal bus atau dermaga-pelabuhan dan pangkalan-pangkalan truk membuat reputasi Sodik melesat.

Tapi Sodik tidak sombong. Sebuah web pernah menghitung berapakah pendapatan Sodik setiap bulan pada periode keternarannya sekarang ini. Sedikitnya dalam setahun Sodik dapat memperoleh miliaran rupiah. Tapi Sodik masih tetap meluangkan diri untuk pulang ke tempat tinggalnya di wilayah Pandaan, Malang, untuk memandikan istrinya yang terserang stroke tiap ia mendapatkan peluang pulang.